Draft Poposal Penelitian
Islam Dalam
Masyarakat Sasak : Kajian Islam Wetu Telu
- Latar Belakang Masalah
Seperti
yang kita ketahui, bahwasanya Islam merupakan agama yang dibawa oleh Nabi
Muhammad S.A.W. Nabi akhir zaman, penutup para Nabi. Agama islampun tersebar
diseluruh penjuru dunia. Agama yang bersifat universal sebagaimana yang
tertuang didalam Firman Allah didalam Al-Qur’an surat Al-anbiya’ ayat 103 yang
artinya :
“Dan tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam.”
Berdasarkan firman diatas maka dapat dipahami bahwa nabi
Muhammad merupakan utusan Allah untuk seluruh umat manusia dimanapun mereka
berada.[1] Maka
cukup jelas bahwasanya agama islam bukanlah agama yang dipeluk oleh orang-orang
arab saja, melainkan agama Islam adalah agama yang harus dipeluk oleh seluruh
umat manusia didunia ini. Termasuk juga
suku sasak yang berada didaerah Lombok.
Berbicara
mengenai pulau Lombok, tak sedikit orang yang bisa lansung mengetahuinya.
Pasalnya, pulau ini terletak ditepi jauh Ibu Kota Nusantara yang sangat jarang
dikunjungi oleh stasiun televisi ataupun sebagainya. Pulau Lombok adalah salah
satu pulau dari sekian banyak kepulauan di Indonesia. Pulau yang merupakan
bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pulau yang banyak dikenal
sebagai pulau seribu masjid, karena begitu banyaknya bangunan masjid yang
terhampar dipulau tersebut.[2]
Dipulau
inilah terdapat suatu tempat dimana terdapat suatu masyarakat yang menganut
Islam wetu telu (waktu tiga). Wetu telu merupakan variasi Islam yang
mencul didalam masyarakat sasak didaerah
Bayan, Lombok. Varian ini muncul akibat
dari proses islamisasi yang dilakukan oleh para muballig ataupun kiyai yang
berasal dari pulau jawa pasca runtuhnya kerajaan Majapahit. Para muballig yang
melakukan islamisasi tersebut sedikit demi sedikit masuk ditengah keberagaman
masyarakat sasak dan secara bertahap para muballig tersebut menghilangkan
kebiasaan-kebiasaan adat yang bertentangan dengan ajaran islam.
Namun kerena keterbatasan waktu
dari para Muballig yang melakukan dakwah di masyarakat sasak, proses islamisasi
itupun terputus dan belum sepenuhnya diajarkan secara sempurna oleh para
muballig. Hal ini menyebabkan masyarakat sasak yangbterletak didaerah bayan
Lombok hanya mengamalkan Islam wetu telu ( Islam waktu tiga) dalam hidup
berislam sesama pemeluknya.
Pada dasarnya seperti yang kita
ketahui, islam adalah agama yang melaksanakan kewajiban beribadatan sebanyak
lima waktu, namun dalam masyarakat wetu telu ini dikenal sebagai variasi islam
yang selalu melakukan kegiatan sehari-hari hanya dengan telu waktu (tiga waktu)
baik itu dalam hidup beragama, masarakat ataupun alam.[3]
Islam wetu telu juga bisa dikatagorikan
sebagai agama tradisional dan bisa dikatakan bukan termasuk agama Samawi yang pada dasarnya merupakan
dasar dari Agama Islam.[4] Maka
dapat dikatakan bahwasanya Islam wetu telu adalah Islam yang agak jauh
melenceng dari syariat Islam pada hakikatnya. Pada dasarnya Islam wetu telu
juga menyakini kebenaran Allah sebagai Sang Pencipta dan Nabi Muhammad sebagai
Nabi atau Utusan untuk umat manusia yang diberikan mukjizat Al-Quran sebagai
pedoman hidup manusia, namun Al-Qur’an sebagai pedoman untuk umat Islam belum
sepenuhnya diamalkan oleh penganut Islam Wetu telu.
Para
penganut Islam Wetu Telu ini lebih cendrung kepada apa yang telah diajarkan
oleh nenek moyang mereka pada masa lampau. Maka apapun yang menjadi ajaran
nenek moyang dimasa lampau, maka itulah yang diyakini sebagai suatu kebenaran.
Contohnya dalam hal shalat, puasa dan lain-lain.
Pada
dasarnya yang merupakan ciri dari agama Islam adalah melakukan shalat Lima
waktu dan shalat-shalat yang lainnya. Namun hal ini tidak ditemukan dalam Islam
wetu telu. Pasalnya shalat yang dilakukan oleh penganut Islam wetu telu hanya
dilakukan oleh para kiai dan penghulu saja. Shalat yang dilakukan oleh penganut
Islam wetu telu pun hanyalah tiga macam yaitu : Shalat jenazah, shalat Jum’at
dan shalat Id baik itu hari raya idul fitri ataupun idul adha. Lain shalat maka
lain halnya dengan puasa. Penganut Islam wetu telu juga dikenal sebagai
penganut Islam yang melakukan puasa ramadhan dalam tiga waktu yaitu tiga hari
diawal bulan Ramadhan, tiga hari pertengahan ramadhan dan tiga hari akhir bulan
ramadhan. Maka melalui hal tersebut dapat kita ketahui bahwasya varian Islam
ini begitu jauh melenceng dari syariat Islam.[5]
Selain
itu, terdapat suatu hal yang menarik didalam pemeluk varian islam wetu telu,
dimana para pemeluknya hanya menerapkan tiga rukun islam.[6] Maka
berdasarkan fenomena inilah, studi tentang varian islam wetu telu menjadi
sangat penting untuk diteliti.
- Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis ingin
meneliti tentang Islam Dalam Masyarakat
Sasak : Kajian Islam Wetu Telu yang berada didaerah Bayan, Lombok, Nusa
Tenggara Barat. Maka berdasarkan persolan diatas, pokok masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah latar belakang kemunculan Varian Islam
wetu telu?
2. Mengapa Islam wetu telu masih berkembang sampai
dengan saat ini, padahal ajarannya merupakan ajaran yang melenceng dari syariat
Islam?
3. Bagaimana Kontribusi para Kiyai dalam menanggapi
permasalahan varian islam wetu telu ?
- Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui latar belakang kemunculan Islam Wetu Telu.
2.
Untuk
mengetahui keberagaman Islam didaerah Lombok, Nusa Tenggara Barat.
3.
Mengetahui
penyebebab hingga masih berkembangya Islam Wetu Telu hingga saat ini.
4.
Mengetahui
kontribusi dari para kiyai dilombok tentang masalah Varian islam wetu telu.
- Signifikansi Penelitian
Signifikansi atau manfaat dari
penelitian ini adalah :
1.
Dapat
dijadikan rujukan dalam memahami varian Islam wetu telu.
2.
Memberikan
konstribusi terhadap khazanah Intelektual Islam berkaitan dengan keberagaman
dari agama Islam.
3.
Memberikan
suatu pengetahun terhadap apa yang belum kita ketahui sebelumnya tentang islam
wetu telu.
- Telaah Pustaka
Dari berbagai macam cara
penelusuran yang dilakukan penyusun terhadap konsep tentang variasi Islam wetu
setidaknya ada beberapa buku yang secara lengkap membahas tentang hal tersebut.
Itupun hanya beberapa saja.
Salah satu karya yang berjudul Islam dan Kebudayaan : Akulturasi
Nilai-nilai Islam Dalam Masyarakat Sasak, Dr. H. Ahmad Abd. Syakur
memaparkan bahwa kemunculan Variasi
Islam Wetu Telu kurang begitu jelas. Namun diduga keras bahwasanya Variasi
Islam wetu telu muncul karena proses pengislaman yang dilakukan oleh para
ulama’ dari pulau Jawa yang melakukan dakwah ke pulau Lombok paska runtuhnya
kerajaan Majapahit.[7]
Para muballig yang melakukan dakwah
ke pulau Lombok seketika langsung berhadapan dengan kepercayaan serta adat
istiadat yang sudah ada dalam masyarakat local, hingga akhirnya para muballig
tersebut melakukan dakwah secara damai. Dengan kedamaian yang ditawarkan oleh
para muballig tersebut akhirnya masyarakat sasak sedikit demi sedikit mulai
menerima keberadaan islam dan proses islamisasipun berjalan dengan mulus
meskipun itu semua secara bertahap hingga pada akhirnya masyarakat sasak mulai
menyembah Allah S.W.T. Tuhan Yang Maha Esa. Dan sedikit demi sedikit
kepercayaan adat yang bertentangan dengan syariat Islam mulai dihapuskan.
Mengenai
kajian Varian Islam Wetu Telu, terdapat juga sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Dra. Sri Murni memaparkan
tentang berbagai sistem-sistem religi didalam masyarakat sasak, khususnya
masyarakat yang memeluk Varian Islam Wetu Telu.
Selain itu,
dalam bukunya yang berjudul Lombok Mirah Sasak Adi : Sejarah Sosial,
Islam, Budaya, Politik dan Ekonomi Lombok, Muhammad
Harfin Zuhdi. Dkk mengemukakan tentang interaksi keberagaman beserta
sejarah munculnya Varian Wetu Telu di Bayan, Lombok. Serta mencakup berbagai
hal yang menjadi landasan utama hukum dalam Varian Islam tersebut.
Tak lupa,
penulis melakukan research terhadap karya Dr. Erni Budiwanti yang berjudul “Islam Sasak, Wetu Telu Versus Wetu Lima
yang dimana mencakup mengenai sejarah munculnya Varian islam wetu telu beserta
beberapa adat-istiadat masyarakat sasak yang diyakini sebagai suatu landasan
hidup sehari hari, beserta berbagai perbedaan antara para penganut islam wetu
telu versus waktu lima.
Untuk
mengetahui kontribusi Kiya’i di Lombok, penulis akan menggunakan tesis karya
Erlan Muliadi yang berjudul “Kotribusi
Tuan Guru KH. Muhammad AbdulZainuddin Abdul Majid Dalam Pembaharuan Pendidikan
Islam di Pulau Lombok Pada Tahun 1932-1997. Dimana dalam tesis tersebut
dijelaskan peran dari seorang Kiya’i (Tuan Guru) dalam menyebarkan Islam yang
Kuffah kepada masyarakat Lombok.
- Metode Penelitian
Agar suatu
penelitian lebih terarah dan sistematis, tentunya diperlukan suatu metode
yang jelas, begitu juga dengan
penelitian ini, tentunya juga penyusun gunakan untuk memaparkan, mengkaji,
serta menganalisis data-data yang ada untuk diteliti.
1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (Library Research), yaitu penelitian yang sumber datanya diperoleh
dari sumber-sumber tertulis, meliputi buku, jurnal, skripsi dan lain-lain.
2.
Sifat
Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Yang bertujuan untuk
memperoleh suatu gambaran yang jelas tentang Varian islam wetu telu baik
perkembangan maupun pandangan dari para pemeluk Islam yang tidak menganut
varian islam wetu telu.
3.
Sumber Data
Pada
penelitian ini, penyusun mengambil data dari beberapa karya yang berhubungan
dengan topic penelitian yang dilakukan oleh penyusun. Karya-karya terdahulu
yang pernah melakukan penelitian terhadap topic baik itu buku-buku ataupun
skripsi.
4.
Analisis Data
Dalam hal
ini penyusun melakukan analisis data yang sudah ada yang dilakukan oleh para
peneliti sebelumnya. Data yang sudah dirangkum oleh para peneliti sebelumnya.
- Sistematika Pembahasan
Bab pertama merupakan pendahuluan,
yang membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan masalah, Signifikansi masalah, telaah pustaka, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab dua membahas tentang sejarah munculnya agama
islam di Lombok khususnya islam wetu telu.
Bab ketiga membahas tentang kosep tentang Varian
Islam sasak Wetu telu, yang meliputi hasil dari para peneliti sebelumnya.
Bab keempat membahas tentang
titik tolak dari permasalahan hingga menyebabkan terjadinya kesalahan pemahaman
dalam nuansa keislaman.
Bab kelima merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dari seluruh
rangkaian yang telah dikemukakan dan merupakan jawaban dari rumusan
permasalahan yang ada. Pada bab ini juga disertakan saran-saran dan
rekomundasi.
- Daftar Pustaka
Abd. Syakur, H. Ahmad,2006, Islam
dan Kebudayaan Sasak : Akulturasi Nilai-nilai Islam Dalam Budaya Sasak,
Yogyakarta : AdabPress.
Harfin Zuhdi, Ahmad (dkk), 2011,
Lombok Mirah Sasak Adi : Sejarah Sosial, Islam, Budaya, Politik dan Ekonomi Lombok, Jakarta : ImsakPress.
Murni, Sri, February 1999, Wetu Telu Dalam Sistem Religi Orag Sasak,
Depok :Lembaga Penelitia Universitas Indonesia.
Budiwanti, Erni, 2000, Islam Sasak : Wetu telu versus waktu lima,
Yogyakarta : Lkis Yogyakarta.
[1]
Ahmad Abd Syukur, “Islam dan
Kebudayaan : Akulturasi Nilai-nilai Islam Dalam Budaya Sasak (Yogyakarta :Adab
Press, 2006) hlm 3
[2]
Ahmad Abd Syukur, “Islam dan
Kebudayaan : Akulturasi Nilai-nilai Islam Dalam Budaya Sasak (Yogyakarta :Adab
Press, 2006) hlm 4
[3]
Ahmad Abd Syukur, “Islam dan
Kebudayaan : Akulturasi Nilai-nilai Islam Dalam Budaya Sasak (Yogyakarta :Adab
Press, 2006) hlm 122
[4]
Muhammad Harfin Zuhdi. Dkk, “Lombok
Mirah Sasak Adi : Sejarah Sosial, Islam, Budaya, Politik dan Ekonomi Lombok”
(Jakarta : ImsakPress,2011) hlm 69-70
[5]
Ahmad Abd Syukur, “Islam dan
Kebudayaan : Akulturasi Nilai-nilai Islam Dalam Budaya Sasak (Yogyakarta :Adab
Press, 2006) hlm 124
[6]
Sri Murni, “wetu telu dalam sistem religi
masyarakat sasak”, (Depok : Lembaga penelitian Universitas Indonesia, 1999) hlm
2
[7]
Ahmad Abd Syukur, “Islam dan
Kebudayaan : Akulturasi Nilai-nilai Islam Dalam Budaya Sasak (Yogyakarta :Adab
Press, 2006) hlm 118
No comments:
Post a Comment