Saturday, November 2, 2013

Sebatang Kara


Siang hari yang mencekal, dengan sinar mentari yang tak seperti biasanya. Menandakan pertanda awal musim kemarau  telah tiba. Rasa dahaga melonjak tinggi,tenggorokan mengering, tubuh seketika dibasahi keringat yang bercucuran hingga baju menjadi basah karena kringat.
Dari kejauhan, terlihat dua bocah membersihkan tanaman singkong dipekarangan rumahnya.Kedua anak tersebut adalah Yono dan Ridho, dua anak bersaudara yang kini telah menjadi yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal ketika mereka berdua masih kecil. Kedua orang tuanya meninggal dalam peristiwa tabrak lari dua tahun silam.  Yono dan Ridho  kemudian diasuh oleh neneknya yang sudah tua dan sering kali sakit-sakitan.

GADIS BERKACA MATA



            Mentari bersinar cerah, teriknya lumayan tak panas, tak sepanas terik dimusim kemarau, yang membuat tanah kekeringan dan debu bertebaran disepanjang jalan, mengepul bagai debu dari letusan gunung berapi.
            Waktu berjalan begitu cepat, tak tersadari kini aku mulai beranjak semakin dewasa, meninggalkan umur tujuh belas tahun. Meninggalkan sejuta kenangan pondok yang terus menimbulkan kerinduan. Kini masa SMA telah berlalu dan masa kampus telah menanti dan melambai-lambai didepan mata. Dan kini aku harus pergi meninggalkan perkarangan rumah menuju daerah yang tak pernah kujemahi didalam hidupku.
            Begitu berat rasa hati meninggalkan bunda, jauh melangkah meninggalkannya. Hingga dua pulau membentang menjadi penghalang dengan tanah kelahiran. Tanah yang ku anggap sebagai tanah surga, dengan keindahan alam, pesisir pantai nan indah dari semenanjuk selong sampai kute[1]. Ditambah dengan udara nan segar, dari pohon-pohon yang berdiri kokoh dan lebat.

Bagaimana Isi Blog ini ?