Kaidah Wujuh Dan An-Nazhair
- A.
Pendahuluan
Alquran merupakan
mu’jizat terbesar Rasulullah SAW. Ia merupakan kalam Allah SWT yang secara
otentik sampai ke hadapan kita. Tidak ada kitab-kitab lain yang mampu bertahan
selama berabad-abad dalam kondisi sebagaimana
aslinya, melainkan Alquran. Karena, memang Allah telah menjamin penjagaan
Alquran itu sendiri hingga akhir zaman.
Banyak hal yang
menjaga otentisitas Alquran ini. Seperti adanya faktor eksternal yaitu para
huffaz yang sangat banyak bertebaran. Memang suatu keistimewaan tersendiri,
Alquran bisa dihafal oleh orang non Arab sekalipun yang notabene bahasa Arab
bukanlah bahasa mereka. Akan tetapi tidak ada yang bisa menghafal buku atau
koran lokal dengan bahasa mereka masing-masing. Begitu juga dengan ilmuan yang
dengan telitinya menghitung ayat, kata, bahkan huruf dalam Alquran.
Tak kalah penting—dan
sangat penting sekali—unsur-unsur internal Alquran yang memberikan andil yang
sangat besar dalam otentisitas ini. Hal ini berupa keajaiban-keajaiban yang
tiada terkira sebelumnya, seperti halnya keajaiban angka sembilan belas yang
ada dalam Alquran. Nilai sastra yang terkandung dalam kalimat demi kalimat pada
setiap ayat demi ayat dan surat dari awal hingga akhir mencapai batas yang tak
terjangkau oleh kemampuan manusia untuk membuat karya yang menyamainya.
Namun begitu,
tulisan ini tidak akan membahas panjang lebar permasalah tersebut. nantinya,
permasalahan yang dibahas dalam makalah ini berkenaan dengan salah satunya
saja, yaitu dari segi al-wujuh wa al-nazhair dalam Alquran. Dalam Alquran
sering ditemukan pengulangan kata-kata yang sama. Pada setiap tempatnya,
kata-kata tersebut memiliki tunjukan makna yang berbeda. Pada ayat setiap
ayatnya lain kata tersebut mengalami pergeseran makna sesuai dengan konteksnya.
Pergeseran makna tersebut tidak menimbulkan kesalahpahaman dalam penafsiran
Alquran. Bahkan, dengan adanya pergeseran tersebut dapat menuju pada standar
untuk memperoleh makna Alquran yang sebenarnya dalam kondisi objektif teks dan
firman Allah SWT. Salah satu metode untuk bisa memahami isi Alquran seorang
mufasir harus bisa menguasai makna asli dan makna ‘aridly dan perlu mempelajari
ilmu wujuh dan nazhair sebagai pembuka makna-makna ayat yang tersembunyi.
Seseorang tidak dikatakan sebagai ahli tafsir apabila belum bisa menguasai
wujuh dan nazhair dalam Alquran.