Siang hari yang mencekal, dengan sinar mentari yang
tak seperti biasanya. Menandakan pertanda awal musim kemarau telah tiba. Rasa dahaga melonjak tinggi,tenggorokan mengering,
tubuh seketika
dibasahi keringat yang
bercucuran
hingga baju menjadi basah karena kringat.
Dari kejauhan, terlihat dua bocah membersihkan tanaman
singkong dipekarangan rumahnya.Kedua anak tersebut adalah Yono dan Ridho, dua
anak bersaudara yang kini telah menjadi yatim piatu. Kedua orang tuanya
meninggal ketika mereka berdua masih kecil. Kedua orang tuanya meninggal dalam
peristiwa tabrak lari dua tahun silam.
Yono dan Ridho kemudian diasuh
oleh neneknya yang sudah tua dan sering kali sakit-sakitan.
Yono bocah beusia sepuluh tahun dan Ridho bocah berumur
tujuh tahun. Namun dalam usia tersebut,mereka belum bisa merasakan bangku
sekolah dasar, karena faktor ekonomi yang serba kekurangan. Meski begitu,
mereka tak pernah mengeluh dengan keadaan yang ada. Mereka berdua malah
bersyukur karena Tuhan masih memberikan hidup kepada mereka..
Karena nenek yang sering kali sakit-sakitan dan tak bisa
apa-apa, maka seketika Yono pun berubah menjadi tulang punggung bagi
keluarganya. Bocah kecil berumur sepuluh tahun itu pun memeras keringat untuk
membiayai makan nenek dan adik kecilnya.
Setiap pagi bocah kecil tersebut berangkat bekerja.
Setiap hari ia harus memelas keringat ditengah pasar mengangkat barang dagangan
para pedagang guna mengharafkan upah yang diberikan oleh para pedagang
tersebut. Penghasilannya pun tak seberapa, hanya cukup untuk makan sekali
bersama nenek dan adiknya.
Disiang hari bolong menjelang azan
ashar, warga desa dihebohkan dengan kepulangan sosok pemuda yang telah lama
menghilang. Pemuda itu dulunya pergi kekota dan bertahun-tahun menghilang.
Pemuda itu bernama Darwin. Warga desa sebelah, setelah pulang dengan membawa
sebuah keberhasilan. Hidup Darwin pun menjadi lebih baik.
Melihat keberhasilan Darwin yang
hijrah kekota, Yono pun termotivasi untuk mengikuti jejak Darwin untuk pergi
kekota. Setelah memeras otak dalam-dalam, akhirnya ia memutuskan untuk pulang kerumah dan meminta
izin kepada neneknya untuk pergi ke kota, berharaf nantinya kehidupan mereka
dapat berubah setelah ia kekota.
Yono pun meminta izini kepada nenek
dan adiknya. Awalnya ia tak diberikan izin, karena usianya yang masih relatif
anak-anak. Namun setelah sekian kali meminta izin, akhirnya nenek dan
adiknyapun melepas kepergian Yono. Yono pun bersngkst kr kots dengan tekad yang
amat besar.
***
Sebulan telah berlalu, sosok Yono
sudah tak terlihat lagi digubuk reot itu. Yang terlihat hanya seorang nenek
lumpuh dan seorang anak kecil mungil yang setiap harinya pulang pergi ke
sekolah. Setelah Yono berangkat kekota, nenekpun kini hanya ditemani oleh
Ridho.
Hari demi hari berlalu dan berganti
bulan. Enam bulan sudah Yono dikota, namun kabar tentang dia tak pernah santar
terdengar. Yang ada hanya amplop putih berisi uang yang ia kirimkan hampir
setiap bulannya. Ridho pun terus bersekolah karena ia tak ingin menghancurkan
perjuangan yang diberikan kakaknya.
Setiap bulan pak pos selalu
menghampiri gubuk reot.mengantarkan amplop yang selalu saja berisi uang. Tak
pernah sekalipun terselip surat atau foto didalam amplop tersebut. Neneknya pun
menjadi hawatir, merasa takut kalau Yono melupakannya. Yono terus saja menghilang
tanpa kabar. Sang nenek terus memikirkan keadaan cucu pertamanya tersebut,
hingga pada akhirnya penyakitnya semakin parah.
Melihat keadaan nenek yang terus
sakit-sakitan, Ridho pun mencoba menuliskan selembar surat untuk kakaknya. Ia
mengirimkan surat tersebut kealamat yang sesuai dengan alamat pengirim yang
tertera pada amplop yang biasa ia terima.
Hampir setiap hari, Ridho
menanti-nantikan balasan surat dari kakaknya, namun tak kunjung dibalas oleh
kakaknya. “Apa kakak telah melupakan kami..?? pikir Ridho dalam hati.
Tiba-tiba sang nenek sakit parah dan
dibawa ke rumah sakit. Berhari-hari ia dirawat di rumah sakit, namun ia tak
kunjung sembuh. Dan pada akhirnya, sang nenekpun pergi meninggalkan Ridho
sendirian. Peristiwa duka menyinari gubuk reot tempat tinggal Ridho dan
nenenknya. Neneknya kini telah tiada dan kakaknya tak kunjung berbelas hati
untuk pulang meskipun beberapa surat pemberitahuan telah dikirimkan oleh Ridho.
Dan pada akhirnya ia menyadari bahwa kini ia menjadi sebatang kara karena
kakaknya juga tak kunjung pulang.
***
Sembilan tahun telah berlalu, Ridho
telah tumbuh menjadi pemuda yang tampan, berhati lembut dan tentunya pandai.
Dengan kepandaian yang dimilikinya, akhirnya ia mendapatkan beasiswa untuk
melanjutkan sekolah ke SMA Negeri yang ada dikota. Ia pun kemudian pindah
kekota untuk melanjutkan sekolah dan tentunya ia juga akan mencari kakaknya
yang tak kunjung pulang.
Sesampainya dikota, Ridho langsung
mencari alamat yang ada dipojok atas pengiriman surat. Mungkin kakaknya sengaja
menulis alamat tersebut agar nantinya adiknya bisa mencarinya ketempat
tersebut.
Ridho terus melangkah, meski panasnya
kota metropolitan membuat matahari terasa memanggang tubuh, panasnya kota
kira-kira hampir dua puluh derajat lebih panas dari terik matahari yang ada
didesa. Keringat dalam sekejap membasahi seluruh tubuh dan menembus kemeja yang
ridho kenakan. Ia kemudian memutuskan untuk berhenti sejenak disebuah
angkringan dipinggir jalan raya untuk membeli secangkir es teh guna menyegarkan
tubuh. Tanpa pikir panjang, ia pun memesan segelas es teh dan mengambil dua
lapis gorengan yang berada diatas gerobak angkringan tersebut.
Setelah melepas dahaga dengan
segelas es teh, ia pun langsung membayar dan kemudian pergi meninggalkan
angkringan tersebut untuk terus mencari tempat tinggal kakaknya. Setelah lama
berjalan mengelilingi kota, akhirnya dia pun menemukan tujuan yang ia cari. Ia
meyegerakan diri masuk dan langsung mengetok pintu rumah yang beralamat seperti
tertera di amplop tersebut.
“Tok, tok, tok,,” beberapa kali
Ridho mengetuk pintu sebuah rumah bernomor 17, namun tak seorangpun menyambut
ketokannya dengan membukakan pintu. Namun ia tak berputus asa, keinginannya
untuk bertemu sang kakak membuatnya tak henti-henti mengetok pintu tersebut.
Hingga pada akhirnya terdengar langkah kaki menuju kearah pintu untuk
membukanya. Tiba-tiba keluarlah sosok cewek seumuran dengan Ridho membuka
pintu.
“Maaf mas, mau nyari siapa yah ???”
Sapa cewek cantik yang keluar dari dalam rumah tersebut.
“Cewek ini,,, kenapa memiliki mata
yang sangat persis dengan kak Yono. Apa dia Istrinya kak Yono?” Seribu
pertanyaan mengusik pikiran Ridho dalam lamunnya memandang kearah mata seorang gadis
yang menyapanya.
“Hallo mas,,,, ditanya kok malah
ngelamun ?” Sahut wanita itu lagi.
“Eh,, Eh,,, maaf mbak,,, Aku kesini
mau nyari kak Yono. Apa dia ada?” Balas Ridho gap-gapan. Mungkin karena gerogi
dengan seorang gadis cantik.
Tiba-tiba raut wajah gadis itu
terlihat memerah, mendengar Ridho menyebutkan nama Yono. Raut wajahnya bukan
karena malu, tapi malah terlihat agak takut dengan nama Yono.
“Kamu kenapa?” Tanya Ridho kaget.
“Aku gak apa-apa, ayo silahkan
masuk, kita bicara didalam saja.” Balas gadis tersebut merubah expresi
wajahnya.
Kedua orang tersebut kemudian masuk
kedalam rumah tersebut.
“Silahkan duduk dulu mas,,, Aku
panggilin bapak dulu,,” ajak si gadis.
Ridho tak menjawab, malah dia terheran.
“Ah,,, Bapak,,, apa kak Yono telah menjadi seorang bapak dirumah sebesar ini”.
Gumam Ridho.
Dalam beberapa menit, gadis itupun
keluar bersama lelaki yang agak tua yang kira-kira berumur empatpuluan tahun.
Dan sepertinya dia adalah bapaknya si gadis tersebut.
“Selamat siang nak,,,” sapa bapak
itu dengan ramah sembari duduk diatas sofa yang begitu empuk. gadis itu pun
mengikuti orang tua tersebut dan duduk disebalahnya.
“Oh ya Pak,,, selamat siang juga”.
Balas Ridho
“Kamu ada perlu apa mencari Yono ?”
“Saya ini Ridho pak, adik kandungnya
yono. Saya telah lama mencarinya dan hampir sudah sepuluh tahun gak pulang.”
Tiba-tiba bapak itu seketika
menangis mendengar tutur kata dari Ridho.
“Lho,,,kenapa bapak Tiba-tiba
menangis?” Ridho terheranan melihat tingkah laku bapak tersebut.
“Kakakmu telah pergi,” Celetoh gadis
tersebut agak pelan.
“Maksud kamu apa ? aku gak ngerti”.
“Sepuluh tahun yang lalu,,,” jawab
bapak tersebut menceritakan tentang anak laki-laki bernama Yono. Dan kemudian
menyambungnya. “Aku menemukan Yono diterminal, saat itu aku baru saja pulang
dari tempat berobatnya Yeke, Putri sulungku ini. Aku merasa kasihan kepadanya,
melihat dia kedinginan dan kehilangan barang bawaannya dari desa karena di
copet.
“Terus,,,” tanya Ridho merasa
penasaran.
“Ia kemudian bapak bawa pulang
kerumah ini. Bapak menanyakan kenapa dia kekota, dan dia menceritakan semua
tentang kamu dan nenekmu dan ia juga menceritakan alasannya pergi ke kota. Dia
memang anak yang baik, sampai-sampai bapak terharu mendengar ceritanya.
“Terus kemana dia setelah itu pak?
Tanya Ridho kembali.
“Ia tinggal disini, awalnya dia
menolak. Namun karena saya memberikan pekerjaan kepadanya, akhirnya dia pun mau
tinggal disini bersama kami. Yono sudah kami anggap seperti anak sendiri. Saya
pun memberikan pekerjaan kepada Yono untuk menjaga Yeke kemana-mana dan menjadi
kakak untuk Yeke. Yeke merasa senang dengan kehadiran Yono, tapi sayang Yeke
pada saat itu tak dapat melihat. Ia hanya bisa mendengar suara dari Yono saja.
“Lalu kenapa sekarang Yeke bisa
melihat..??? tandas Ridho heran.
“ Sebulan setelah Yono tinggal
dirumah ini” sambung bapaknya Yeke bercerita. “Yono menyelamatkan Yeke, ketika
mobil akan menabrak Yeke yang sedang berjalan dipinggir jalan. Namun Yono
segera menyelamatkan Yeke, dan,,, tiba-tiba kata-kata bapaknya Yeke terhenti,
dan diiringi suara tangisnya kembali.
“Dan apa pak,,??? Jangan buat saya
penasaran seperti ini. Tegas Ridho dengan suara keras.
“Dan kakakmu yang menjadi korban
mobil itu, dia berhasil menyelamatkan Yeke, akan tetapi dia tidak berhasil
menyelamatkan dirinya sendiri.
“Apa,,??? Ridho pun menitikkan air
mata kesedihannya. Kakak yang ia cari tenyata telah tiada. “Lalu siapa yang
mengirimkan amplop setiap bulannya kepada saya dan nenek? Sambung Ridho keheranan
sambil terus menangis.
“Sebelum kepergiannya, kakakmu
meminta kepada Bapak untuk membantu membiayai sekolahmu, ia juga berpesan
supaya kamu dan nenekmu tidak mengetahui berita kematiannya. Dan yang terakhir,
mata yang kini ada pada Yeke, adalah mata dari kakakmu nak,,, mata yang ia donorkan
kepada Yeke sebagai pengganti dirinya untuk menjaga Yeke.
“Kenapa kalian tak memberitahukan
kami berita ini,,,” pelas Ridho dan kemudian Ridho terjatuh dan pingsan, ia
terlihat begitu shok berat mendengar pergian kakaknya. Kakak yang ia nantikan
untuk ia bawa pulang, ternyata kini telah bersama ayah, ibu, nenek dan
kakeknya. Kini, Ridho pun menjadi sebatangkara. Tertinggal pergi oleh kakak dan
neneknya.
The End
No comments:
Post a Comment