Saturday, November 2, 2013

Sebatang Kara


Siang hari yang mencekal, dengan sinar mentari yang tak seperti biasanya. Menandakan pertanda awal musim kemarau  telah tiba. Rasa dahaga melonjak tinggi,tenggorokan mengering, tubuh seketika dibasahi keringat yang bercucuran hingga baju menjadi basah karena kringat.
Dari kejauhan, terlihat dua bocah membersihkan tanaman singkong dipekarangan rumahnya.Kedua anak tersebut adalah Yono dan Ridho, dua anak bersaudara yang kini telah menjadi yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal ketika mereka berdua masih kecil. Kedua orang tuanya meninggal dalam peristiwa tabrak lari dua tahun silam.  Yono dan Ridho  kemudian diasuh oleh neneknya yang sudah tua dan sering kali sakit-sakitan.
Yono bocah beusia sepuluh tahun dan Ridho bocah berumur tujuh tahun. Namun dalam usia tersebut,mereka belum bisa merasakan bangku sekolah dasar, karena faktor ekonomi yang serba kekurangan. Meski begitu, mereka tak pernah mengeluh dengan keadaan yang ada. Mereka berdua malah bersyukur karena Tuhan masih memberikan hidup kepada mereka..
Karena nenek yang sering kali sakit-sakitan dan tak bisa apa-apa, maka seketika Yono pun berubah menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Bocah kecil berumur sepuluh tahun itu pun memeras keringat untuk membiayai makan nenek dan adik kecilnya.
Setiap pagi bocah kecil tersebut berangkat bekerja. Setiap hari ia harus memelas keringat ditengah pasar mengangkat barang dagangan para pedagang guna mengharafkan upah yang diberikan oleh para pedagang tersebut. Penghasilannya pun tak seberapa, hanya cukup untuk makan sekali bersama nenek dan adiknya.
            Disiang hari bolong menjelang azan ashar, warga desa dihebohkan dengan kepulangan sosok pemuda yang telah lama menghilang. Pemuda itu dulunya pergi kekota dan bertahun-tahun menghilang. Pemuda itu bernama Darwin. Warga desa sebelah, setelah pulang dengan membawa sebuah keberhasilan. Hidup Darwin pun menjadi lebih baik.
            Melihat keberhasilan Darwin yang hijrah kekota, Yono pun termotivasi untuk mengikuti jejak Darwin untuk pergi kekota. Setelah memeras otak dalam-dalam, akhirnya ia  memutuskan untuk pulang kerumah dan meminta izin kepada neneknya untuk pergi ke kota, berharaf nantinya kehidupan mereka dapat berubah setelah ia kekota.
            Yono pun meminta izini kepada nenek dan adiknya. Awalnya ia tak diberikan izin, karena usianya yang masih relatif anak-anak. Namun setelah sekian kali meminta izin, akhirnya nenek dan adiknyapun melepas kepergian Yono. Yono pun bersngkst kr kots dengan tekad yang amat besar.
***
            Sebulan telah berlalu, sosok Yono sudah tak terlihat lagi digubuk reot itu. Yang terlihat hanya seorang nenek lumpuh dan seorang anak kecil mungil yang setiap harinya pulang pergi ke sekolah. Setelah Yono berangkat kekota, nenekpun kini hanya ditemani oleh Ridho.
            Hari demi hari berlalu dan berganti bulan. Enam bulan sudah Yono dikota, namun kabar tentang dia tak pernah santar terdengar. Yang ada hanya amplop putih berisi uang yang ia kirimkan hampir setiap bulannya. Ridho pun terus bersekolah karena ia tak ingin menghancurkan perjuangan yang diberikan kakaknya.
            Setiap bulan pak pos selalu menghampiri gubuk reot.mengantarkan amplop yang selalu saja berisi uang. Tak pernah sekalipun terselip surat atau foto didalam amplop tersebut. Neneknya pun menjadi hawatir, merasa takut kalau Yono melupakannya. Yono terus saja menghilang tanpa kabar. Sang nenek terus memikirkan keadaan cucu pertamanya tersebut, hingga pada akhirnya penyakitnya semakin parah.
            Melihat keadaan nenek yang terus sakit-sakitan, Ridho pun mencoba menuliskan selembar surat untuk kakaknya. Ia mengirimkan surat tersebut kealamat yang sesuai dengan alamat pengirim yang tertera pada amplop yang biasa ia terima.
            Hampir setiap hari, Ridho menanti-nantikan balasan surat dari kakaknya, namun tak kunjung dibalas oleh kakaknya. “Apa kakak telah melupakan kami..?? pikir Ridho dalam hati.
            Tiba-tiba sang nenek sakit parah dan dibawa ke rumah sakit. Berhari-hari ia dirawat di rumah sakit, namun ia tak kunjung sembuh. Dan pada akhirnya, sang nenekpun pergi meninggalkan Ridho sendirian. Peristiwa duka menyinari gubuk reot tempat tinggal Ridho dan nenenknya. Neneknya kini telah tiada dan kakaknya tak kunjung berbelas hati untuk pulang meskipun beberapa surat pemberitahuan telah dikirimkan oleh Ridho. Dan pada akhirnya ia menyadari bahwa kini ia menjadi sebatang kara karena kakaknya juga tak kunjung pulang.
***
            Sembilan tahun telah berlalu, Ridho telah tumbuh menjadi pemuda yang tampan, berhati lembut dan tentunya pandai. Dengan kepandaian yang dimilikinya, akhirnya ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke SMA Negeri yang ada dikota. Ia pun kemudian pindah kekota untuk melanjutkan sekolah dan tentunya ia juga akan mencari kakaknya yang tak kunjung pulang.
            Sesampainya dikota, Ridho langsung mencari alamat yang ada dipojok atas pengiriman surat. Mungkin kakaknya sengaja menulis alamat tersebut agar nantinya adiknya bisa mencarinya ketempat tersebut.
            Ridho terus melangkah, meski panasnya kota metropolitan membuat matahari terasa memanggang tubuh, panasnya kota kira-kira hampir dua puluh derajat lebih panas dari terik matahari yang ada didesa. Keringat dalam sekejap membasahi seluruh tubuh dan menembus kemeja yang ridho kenakan. Ia kemudian memutuskan untuk berhenti sejenak disebuah angkringan dipinggir jalan raya untuk membeli secangkir es teh guna menyegarkan tubuh. Tanpa pikir panjang, ia pun memesan segelas es teh dan mengambil dua lapis gorengan yang berada diatas gerobak angkringan tersebut.
            Setelah melepas dahaga dengan segelas es teh, ia pun langsung membayar dan kemudian pergi meninggalkan angkringan tersebut untuk terus mencari tempat tinggal kakaknya. Setelah lama berjalan mengelilingi kota, akhirnya dia pun menemukan tujuan yang ia cari. Ia meyegerakan diri masuk dan langsung mengetok pintu rumah yang beralamat seperti tertera di amplop tersebut.
            “Tok, tok, tok,,” beberapa kali Ridho mengetuk pintu sebuah rumah bernomor 17, namun tak seorangpun menyambut ketokannya dengan membukakan pintu. Namun ia tak berputus asa, keinginannya untuk bertemu sang kakak membuatnya tak henti-henti mengetok pintu tersebut. Hingga pada akhirnya terdengar langkah kaki menuju kearah pintu untuk membukanya. Tiba-tiba keluarlah sosok cewek seumuran dengan Ridho membuka pintu.
            “Maaf mas, mau nyari siapa yah ???” Sapa cewek cantik yang keluar dari dalam rumah tersebut.
            “Cewek ini,,, kenapa memiliki mata yang sangat persis dengan kak Yono. Apa dia Istrinya kak Yono?” Seribu pertanyaan mengusik pikiran Ridho dalam lamunnya memandang kearah mata seorang gadis yang menyapanya.
            “Hallo mas,,,, ditanya kok malah ngelamun ?” Sahut wanita itu lagi.
            “Eh,, Eh,,, maaf mbak,,, Aku kesini mau nyari kak Yono. Apa dia ada?” Balas Ridho gap-gapan. Mungkin karena gerogi dengan seorang gadis cantik.
            Tiba-tiba raut wajah gadis itu terlihat memerah, mendengar Ridho menyebutkan nama Yono. Raut wajahnya bukan karena malu, tapi malah terlihat agak takut dengan nama Yono.
            “Kamu kenapa?” Tanya Ridho kaget.
            “Aku gak apa-apa, ayo silahkan masuk, kita bicara didalam saja.” Balas gadis tersebut merubah expresi wajahnya.
            Kedua orang tersebut kemudian masuk kedalam rumah  tersebut.   
            “Silahkan duduk dulu mas,,, Aku panggilin bapak dulu,,” ajak si gadis.
            Ridho tak menjawab, malah dia terheran. “Ah,,, Bapak,,, apa kak Yono telah menjadi seorang bapak dirumah sebesar ini”. Gumam Ridho.
            Dalam beberapa menit, gadis itupun keluar bersama lelaki yang agak tua yang kira-kira berumur empatpuluan tahun. Dan sepertinya dia adalah bapaknya si gadis tersebut.
            “Selamat siang nak,,,” sapa bapak itu dengan ramah sembari duduk diatas sofa yang begitu empuk. gadis itu pun mengikuti orang tua tersebut dan duduk disebalahnya.
            “Oh ya Pak,,, selamat siang juga”. Balas Ridho
            “Kamu ada perlu apa mencari Yono ?”
            “Saya ini Ridho pak, adik kandungnya yono. Saya telah lama mencarinya dan hampir sudah sepuluh tahun gak pulang.”
            Tiba-tiba bapak itu seketika menangis mendengar tutur kata dari Ridho.
            “Lho,,,kenapa bapak Tiba-tiba menangis?” Ridho terheranan melihat tingkah laku bapak tersebut.
            “Kakakmu telah pergi,” Celetoh gadis tersebut agak pelan.
            “Maksud kamu apa ? aku gak ngerti”.
            “Sepuluh tahun yang lalu,,,” jawab bapak tersebut menceritakan tentang anak laki-laki bernama Yono. Dan kemudian menyambungnya. “Aku menemukan Yono diterminal, saat itu aku baru saja pulang dari tempat berobatnya Yeke, Putri sulungku ini. Aku merasa kasihan kepadanya, melihat dia kedinginan dan kehilangan barang bawaannya dari desa karena di copet.
            “Terus,,,” tanya Ridho merasa penasaran.
            “Ia kemudian bapak bawa pulang kerumah ini. Bapak menanyakan kenapa dia kekota, dan dia menceritakan semua tentang kamu dan nenekmu dan ia juga menceritakan alasannya pergi ke kota. Dia memang anak yang baik, sampai-sampai bapak terharu mendengar ceritanya.
            “Terus kemana dia setelah itu pak? Tanya Ridho kembali.
            “Ia tinggal disini, awalnya dia menolak. Namun karena saya memberikan pekerjaan kepadanya, akhirnya dia pun mau tinggal disini bersama kami. Yono sudah kami anggap seperti anak sendiri. Saya pun memberikan pekerjaan kepada Yono untuk menjaga Yeke kemana-mana dan menjadi kakak untuk Yeke. Yeke merasa senang dengan kehadiran Yono, tapi sayang Yeke pada saat itu tak dapat melihat. Ia hanya bisa mendengar suara dari Yono saja.
            “Lalu kenapa sekarang Yeke bisa melihat..??? tandas Ridho heran.
            “ Sebulan setelah Yono tinggal dirumah ini” sambung bapaknya Yeke bercerita. “Yono menyelamatkan Yeke, ketika mobil akan menabrak Yeke yang sedang berjalan dipinggir jalan. Namun Yono segera menyelamatkan Yeke, dan,,, tiba-tiba kata-kata bapaknya Yeke terhenti, dan diiringi suara tangisnya kembali.
            “Dan apa pak,,??? Jangan buat saya penasaran seperti ini. Tegas Ridho dengan suara keras.
            “Dan kakakmu yang menjadi korban mobil itu, dia berhasil menyelamatkan Yeke, akan tetapi dia tidak berhasil menyelamatkan dirinya sendiri.
            “Apa,,??? Ridho pun menitikkan air mata kesedihannya. Kakak yang ia cari tenyata telah tiada. “Lalu siapa yang mengirimkan amplop setiap bulannya kepada saya dan nenek? Sambung Ridho keheranan sambil terus menangis.
            “Sebelum kepergiannya, kakakmu meminta kepada Bapak untuk membantu membiayai sekolahmu, ia juga berpesan supaya kamu dan nenekmu tidak mengetahui berita kematiannya. Dan yang terakhir, mata yang kini ada pada Yeke, adalah mata dari kakakmu nak,,, mata yang ia donorkan kepada Yeke sebagai pengganti dirinya untuk menjaga Yeke.
            “Kenapa kalian tak memberitahukan kami berita ini,,,” pelas Ridho dan kemudian Ridho terjatuh dan pingsan, ia terlihat begitu shok berat mendengar pergian kakaknya. Kakak yang ia nantikan untuk ia bawa pulang, ternyata kini telah bersama ayah, ibu, nenek dan kakeknya. Kini, Ridho pun menjadi sebatangkara. Tertinggal pergi oleh kakak dan neneknya.

The End

No comments:

Post a Comment

Bagaimana Isi Blog ini ?